Selasa, 12 September 2017

Resign kok cita-cita?

Rabu pagi yang cerah dengan angin semilir, 13 September 2017
di pojokan ruangan sambil lesehan depan laptop
ditemani segelas air putih yang sudah terkontaminasi vitamin c hehe.....

Pagi ini tidak begitu hectic karena RL masih diliburkan sekolahnya. Kakak R masih dalam recovery dari khitan sedangkan adek L masih diliburkan karena tidak ada yang antar jemput sedangkan saya harus menemani kk R. Hikmahnya bisa menulis ini di pagi hari, memang enak kalau menulis di pagi hari karena masih fresh, kerjaan rumah sudah beres, RL kasih HP saya dulu tapi syaratnya hanya boleh lihat galery hp (no game and no youtube) itu lah mengapa memory hp selalu full. 

Menulis di blog adalah hoby lama saya, cukup lama banget vakum tidak menulis karena alasan kesibukan (halahh...hahhaa). Suami selalu support untuk saya kembali menulis hal yang siapa tahu bermanfaat bagi orang lain, entah bagi mereka yang ingin melakukan perjalanan liburan atau mencari pengalaman orang lain terhadap sesuatu sebagai gambaran awal. Saya sendiri pun jika ingin travelling ke suatu tempat yang baru, atau mau mengurus/melakukan hal publik lainnya, langsung googling dan lebih suka membaca pengalaman orang lain dari blog dan sejenisnya.

Head Topic : RESIGN. Yes.....Alhamdulillah akhirnya cita-cita saya untuk resign dari PNS terkabulkan. What???? resign dari PNS kok cita-cita. hehehe... Setelah menikah dan mempunyai anak orientasi saya bekerja sudah berubah. Alhamdulillah diberikan kesadaran oleh Allah SWT, bahwa setelah menikah dan punya anak, tugas utama saya adalah sebagai istri dan ibu. Lantas bagiamana tugas saya di kantor? mau tidak mau itu saya kesampingkan, bukan lagi yang utama. Bayangkan jika anak sakit atau suami sakit, apakah kita tega meninggalkan dengan pergi bekerja. Tentu tidak tega bukan. Itulah salah satu contohnya hehe... 

Cita-cita resign dari kerjaan sudah ada sejak saya melahirkan anak pertama. Antusias yang sangat luar biasa ketika mempunyai anak untuk mengurus semua-semuanya sendiri sepertinya mengalahkan rasa untuk naik pesawat terbang nomor 1 di Indonesia, pergi dari satu tempat ke tempat baru di wilayah Indonesia. Namun, persentase cita-cita resign itu baru sekedar di angkat 50%, artinya masih setengah hati. Mengingat pengasuhan kakak R bisa dihandle semua oleh orang tua (Ibu). Semua berjalan dengan baik, rasa bersalah menitipkan anak pada orang tua pasti ada tapi masih yang anggap ah...biasa aja...toh Ibu gak keberatan....toh cuma baru 1 anak ini....toh biar rame juga di rumah...bla..blaa..blaaa sebagainya yang hanya toleransi kebablasan. Seiiring waktu kk R tumbuh besar, pintar segala macamnya, pintar membaca huruf hijaiyah di usianya 2 tahun. Tentu itu bukan peran dari bundanya tapi peran 100% eyang R yang mengajari semuanya. Kemudian saya dapat apa kebaikannya terhadap R? nanti ketika diminta pertanggungjawabannya oleh Allah SWT adalah ayah bundanya, bukan eyangnya lho. Kalau anak salah "jalan" akibat kurangnya kasih sayang dan didikan akhlak dari orang tuanya, apa tidak menyesal? Bukan berarti saya bekerja kemudian tidak sayang pada anak, tentu dalam kondisi seperti apapun orang tua pasti sayang pada anaknya, namun yang membedakan adalah kadarnya. Tentu berbeda kasih sayang saya ketika bekerja dan fulltime mom jika dihitung dalam ukuran waktu (jam). Terlebih kalau sudah pulang kerja rasa capek dan inginnya segera istirahat, sedangkan anak yang ON pengen main dengan bundanya. Dilema. Banyaklah dilema-dilema lainnya, belum lagi ditinggal dinas berhari-hari dan episode-episode lainnya yang bikin saya mewek dan ingin fulltime mom supaya gak merepotkan orang tua, supaya mandiri, supaya menemani selalu anak-anak, melihat tumbuh kembangnya, tidak izin terus ke kantor, dan masih banyak lagi....:). Hingga akhirnya kakak R punya adik, hingga kemudian mereka masuk tahap sekolah. Wow udah gede aja ya, tanpa terasa. Ya iya lah pulang kerja malam, tidur, pagi ketemu sebentar. Begitu aja terus tiap hari. Seperti saudara jauh yang dulu bayi, sekalinya ketemu udah baligh. hahaha....


Sepertinya 2017 ini sudah ambang batas tolerasi maju mundur cantik untuk resign, memang ya yang namanya kebaikan itu harus dipaksakan. Lho...resign kok kebaikan? ya kebaikan untuk saya dan keluarga saya tentunya, anak-anak lebih membutuhkan saya. Sedangkan tugas kantor bisa dihandle tanpa kehadiran saya sekalipun. Jangankan anak-anak, tugas saya terhadap suami pun mesti ada yang diabaikan seperti memasak makanan untuknya, menyiapkan pakaian dsb. Ketika pagi datang, saya dan suami sudah sibuk masing-masing untuk menyiapkan diri kita masing-masing ke kantor. Belum urusan domestik anak-anak. Sepertinya memang akan lebih banyak kebaikan jika saya resign dan fokus pada tugas sebagai ibu rumah tangga. Lantas berkurang donk penghasilan keluarga? tentu, itu pasti tapi alhamdulillah kami yakin bahwa pemberi rezeki itu adalah Allah Azza wa Jalla. Dia lah tempat meminta segalanya. Apalagi saya resign tentu dengan tuntunan kebaikan, bukan karena hal yang dilarang oleh Allah SWT. Satu tahun sebelumnya saya dan suami sudah mulai sounding kepada orang tua bahwa saya akan resign. Pemberitahuan ini sebagai bentuk penghormatan kami pada mereka. Tapi sayang respon mereka saat itu tidak positif. Bisa dikatakan mereka menentang atau melarang. Oke...kayaknya ini bukan waktu yang pas. Saya dan suami pun tetap doa agar dimudahkan jalan menuju resign ini jika ini hal yang terbaik menurut Allah SWT. Setahun berjalan Allah memberikan kami rezeki yang begitu luas sepertinya memang ini cara Allah menunjukan jalan buat saya resign. Allah memberikan kami rezeki memiliki rumah di dekat sekolah Razka, adik L diterima sekolah di tempat yang sama dengan kakak R, Allah memberikan kesempatan kami melakukan perjalanan Umroh, Eyang R sudah mempunyai cucu lagi dari adik ipar, dan nikmat-nikmat lainnya yang diberikan Allah SWT. Sudah tidak ada pilihan lagi jika saya memaksakan tetap bekerja, oia saya dan suami menganut paham anak tidak boleh diasuh oleh ART ya... (gak boleh protes...hehe...itu paham kami dan alhamdulillah ternyata paham kami masih sesuai koridor diperbolehkan oleh agama). Cukup Eyang mereka sebagai pengasuh saat itu. Tepat bulan Agustus 2017 kami pindah rumah dan adik L mulai masuk sekolah. Pada bulan itulah saya memantabkan diri resign. 

Pertengahan bulan Juli 2017 saya mengutarakan niat itu kepada atasan langsung dan kemudian menyerahkan surat resign kepada pimpinan Sekretariat Jenderal di salah satu  K/L saya bekerja. Di dalam surat itu saya mengajukan pengunduran diri sebagai PNS terhitung mulai bulan Agustus 2017. Sisa waktu 2 minggu saya pergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan saya. Sebelum dapat persetujuan resign dari kantor, bagian Kepegawaian meminta saya datang ke kantor untuk berdiskusi terkait keinginan saya itu. Mulai per Agustus 2017 saya sudah tidak masuk kantor sesuai komitmen daya di surat resign, sehingga panggilan kantor untuk memdapatkan keterangan langsung dari saya tidak bisa saya penuhi karena saya harus handle antar jemput anak-anak yang jamnya tidak pas. Saya pun memberikan keterangan tertulis terkait keseriusan resign. Alhamdulillah karena tidak ada ikatan dinas sehingga resign-nya saya dari PNS tidak harus membayar denda atau apalah semacamnya. Seminggu kemudian saya dikabari kalau SK Pengunduran Diri saya sudah keluar. Alhamdulillah sudah resmi resign dan berjalan lancar tanpa hambatan, tanpa protes dari orang tua lagi. Resign dari PNS murni keinginan dari saya pribadi. Suami tidak pernah memaksa saya keluar dari kerjaan, suami tidak pernah melarang saya bekerja. Alhamdulillah support utama yang terpenting jika ingin resign adalah suami. Jangan coba-coba resign tanpa dukungan seorang suami yang soleh. hehehe.

Diawali dan diakhiri dengan SK :)
Sebelum fix memutuskan resign, saya sering banget membaca tulisan-tulisan ibu-ibu luar biasa tentang pengalaman dia resign dari pns atau kerjaan yang bonafide. Tentu sebenarnya hal yang menghalangi kita para ibu resign adalah karena gaji atau penghasilan. Setelah resign pasti gak punya sebanyak uang sendiri hasil kerja, gak bisa beli ini dan itu, minta-minta deh ama suami. Paling itu kan? hehehe. Kekhawatiran itu ada juga di dalam diri saya, tapi kemudian luruskan niat karena Allah, perbaiki ilmu langit. InshaAllah Allah kuatkan niat itu sehingga resign pun jadi hal yang biasa. Dan benar lho....saya resign itu biasa aja perasaaannya, gak berat, gak sedih, gak takut kehilangan uang atau teman2 kantor, gak takut hilangnya kesempatan keliling Indonesia. Mungkin kalau semua sudah kita serahkan pada Allah, Allah akan jadikan perasaan2 itu hilang dan malah diganti lho. Percaya atau tidak?
1. Uang sendiri gak ada? bener memang udah tidak punya uang sendiri, yang ada uang suami. Jadi segala sesuatunya harus izin ke suami (di luar kebutuhan harian ya), bahkan dalam agama pun seorang istri harus bilang ke suami jika mau sedekah karena itu uang suami. Lain hal jika uang hasil sendiri, sedekah tanpa izin suami diperbolehkan. Dengan izin ke suami tentu ia merasa dihormati oleh istri, tentu ia tidak mungkin melarang pada hal yang diajarkan dalam agama, tentu ia merasa bahwa nafkahnya dipakai dalam jalam yang baik dan benar. Apa gak makin semangat tuh suami mencari nafkah? hehe.....
2. Gak bisa beli ini dan itu? benar juga memang sudah gak sebebasnya membeli barang-barang yang dasarnya bukan karena kebutuhan tapi hanya keinginan dan berakhir mubazier. Sering banget begitu, dulu kerja sepatu, tas, baju ditumpukin menuhi lemari sedangkan yang lama saja jarang dipakai eh ini model baru beli, trend baru beli. Type yang trendsetter banget ini. Parahkan mubaziernya. Ampuni aku ya Allah. Tapi sekarang mikir kalau mau beli-beli karena hasrat nafsu belanja aja. Sekarang kalau mau tas baru, cukup naik ke lantai atas, buka mesin jahit, ambil koleksi kain, jahit deh. Atau duduk sambil mengawasi anak-anak sambil merajut tas cantik Sewpassions. 100% handmade dan penuh passion kalau udah passion pasti ngerjainnya juga dengan sepenuh hati dan happiness. hahahaa....bisa di cek di Instagram atau fanpage @sewpassions ya hehehe (Sekalian promosi).
3. Kehilangan teman-teman kantor? alhamdulillah sosmed bebas di dunia ini, yang jauh jadi dekat dengan komunikasi sosmed. Saya pun masih sering komunikasi dengan soulmate di ruangan, Mba Rani, dari dia saya banyak belajar tentang cita-cita. Dia pun ibu beranak dua yang masih unyu-unyu, passion dia adalah mengajar hingga dia kini melanjutkan S3 nya di Unpad untuk menjalani apa yang menjadi passionnya. Dia belajar lagi untuk ilmu hukumnya di Unpad sedangkan saya belajar lagi untuk ilmu pendidikan (pendidikan sabar, managemen waktu, menerapakan aturan2 pada anak-anak, dsb) di rumah. Sukses buat mba Rani dan keluarganya (Mba Rani baca gak ya? hehe). Bukan sampai disitu saja, ternyata Allah gantikan teman-teman di kantor dengan teman-teman yang solehah. MasyaAllah, ibu-ibu teman sekolah kakak R yang semuanya solehah, saling membantu dalam kebaikan, kami sama-sama melangkahkan kaki ke majelis ilmu. Ya Allah itu yang saya gak dapat sewaktu kerja dulu, charge iman. Seumur hidup mungkin bisa dihitung dengan jari untuk datang ke majelis ilmu. Justru ilmu agama lah yang utama dalam menjalani kehidupan di dunia ini, eh ya kok malah dikesampingkan jadinya semuanya aja menjalani kehidupan asal udah bener , yup bener menurut manusia bukan Allah SWT dan hadist Rasulullah SAW, padahal ada adab-adab nya, adab suami istri, anak, hablumninnallah dan hablumminnash. Kalau kerja kan bisa sabtu dan minggu? yap bener bisa, dulu sempat kami lakukan dan itu kami belum bisa istiqomah karena godaan ke mall, tempat rekreasi lainnya lebih dahsyat daripada harus datang ke majelis ilmu. Namun kini, antar anak sekolah beres, melangkah ringan deh ke majelis ilmu. Alhamdulillah Allah mudahkan.
4. Gak bisa naik pesawat terbang lagi lho dengan gratis? Apapun yang kita dapatkan sebenarnya gratis lho dari Allah, kita cuma tinggal doa dan ikhtiar, lagi-lagi yang terpenting luruskan niat karena Allah maka Allah mudahkan. Dan benar saja, suami selalu ikhtiar dan doa untuk usahanya sebagai marketing property syariah, maka Allah berikan kami kesempatan ke Singapore gratis. Jadi dimana pun kita berada asalkan ikhtiar dan doanya karena Allah, inshaAllah akan Allah mudahkan dan berikan. Itu yang saya yakini, jadi tak perlu takut kehilangan nikmat-nikmat dulu sewaktu kerja. Lihat wajah lucu RL tiap hari aja udah nikmat, nikmat luar biasa. hehehe
5. Gak bangga lagi donk jawabnya kalau ditanya kerja dimana? hehe...dahulu pun saya kalau isi biodata atau data apapun tentang pekerjaan, hati kecil selalu bilang ibu RT bukan PNS. Alhamdulillah emang hati ini udah Allah mudahkan untuk resign. hehe. Resign macam ini pun ada syarat dan ketentuan berlakunya ya. Syarat dan ketentuannya mudah dan cuma sedikit kok yaitu support Suami dan luruskan niat karena Allah. Udah itu doank. Seminggu yang lalu saya bikin SIM dan ditanya pekerjaannya apa? alhamdulillah jawabnya udah gak ragu-ragu lagi, ibu rumah tangga. Kalau dulu sebagai PNS, tapi kok kalau jawab maunya ibu RT nah klo jawab ibu RT kok ya bohong, dosa. hehe. Jadilah sebut PNS. Bukannya bangga sebut PNS? alhamdulillah saya kok biasa aja ya. Duh mang kayaknya Allah kasih skenario hati begini. hehe.

Kayaknya sudah kepanjangan menulis ini, keasikan dengan laptop, anteng. Sudah gitu anak2 juga anteng main dengan alat tulisnya. Saya yang berasa lapar, ternyata sudah jam setengah 12 siang. Pantes. hehe....Oia sebelum penutupan, sudah hampir 1,5 bulan saya resign perasaan saya masih sama yaitu tenang, calm, santai, plonk, bebas kayak habis melepaskan beban berat. hehehe. Lho kok ke perasaan ini? maksudnya ingin menulis bahwa saya baru keingetan untuk mengurus Taspen dan Bapertarum selama 11 tahun jadi PNS. Sudah mulai cari-cari informasi prosedur pengurusannya dan saya pun sudah meminta kantor untuk dibuatkan Surat Keterangan Penghentian Pembayaran Gaji dan Slip Gaji Terakhir kemarin, baru banget minta jadi belum ke tahap selanjutnya. InshaAllah nanti akan saya share pengalaman mengurus Taspen dan Bapertarum Pengunduran Diri. Sekali lagi saya salute dengan ibu-ibu bekerja yang memutuskan resign demi mengurus anak-anak. Karena menjadi ibu RT itu gak semudah yang dibayangkan lho, yang katanya bisa enak-enakan tidur, leha2 kapan aja. no..no....no.. kalau pun iya itu bonus ya mengistirahatkan tubuh (kondisi saya saat ini tidak dibantu ART ya, alhamdulillah masih bisa handle sendiri) setelah disibukan dengan anak-anak . Yang penting asal niat kita benar-benar diluruskan agar inshaAllah tidak ada penyesalan kemudian, yakin lah pada Allah, Allah, Allah dan Allah terus.


----Rd----